MENCERMATI HASIL PENILAIAN NLRP
TERHADAP WEBSITE PTA AMBON DAN PA MASOHI
Dirjen Badilag ketika ditanya oleh penulis buku “ Courting Reform “ Cate Summer dan Prof. Tim Lindsey, mengapa beliau begitu berani mengambil resiko besar dengan meminta masukan dari masyarakat tentang Pelayanan Peradilan Agama melalui servey yang berskala besar antara tahun 2007-2009, beliau mengatakan, “Sebuah lembaga yang mau mereformasi dirinya harus mau mendengarkan apa yang tidak disukai dari masyarakat dan pesan-pesan mereka mengenai apa yang seharusnya dirubah”. Keterbukaan atas kritik semacam inilah yang menurut Tim dan Cate membantu menjelaskan mengapa reformasi Peradilan Agama berjalan begitu cepat beberapa tahun ini. Dan kita tentu telah tahu bahwa salah satu alat yang digunakan untuk mempercepat reformasi birokrasi di Peradilan Agama adalah pemanfaatan website(baca: Teknologi Informasi) sebagai media transparansi yang menunjang terselengaranya pelayanan publik yang prima.
Sebenarnya ada dua lembaga survey yang datanya penting untuk dicermati karena dua lembaga ini memang telah bekerja sama dengan Ditjen Badilag untuk mengadakan survey terhadap Peradilan Agama. Kedua lembaga survey tersebut adalah NLRP (National Legal Reform Program) dan PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia). Akan tetapi karena hasil survey NLRP yang selama ini dipublikasikan oleh Badilag, maka tulisan ini membatasi pada hasil survey NLRP terhadap website Peradilan Agama.
Hasil penilaian NLRP terhadap website peradilan agama mengemuka di forum Rakernas Mahkamah Agung bulan Oktober 2010 yang lalu, setelah hasil penilaiannya yang diterbitkan dalam buletin NLRP Agustus 2010 dibacakan oleh Dirjen Badilag. Ada 16 sub-kategori yang mendapat penilaian, dengan nilai maksimal dua untuk tiap-tiap sub-kategori, sehingga nilai sempurnanya 32. Diumumkan juga website peradilan agama yang termasuk “high ranking”.
Pengumuman hasil penilaian terhadap website peradilan agama yang termasuk “high rangking” saat itu cukup mengejutkan banyak kalangan, karena banyak “website senior” yang dikalahkan oleh “website junior”. Ranking tertinggi dengan nilai 24 diperoleh oleh website Pengadilan Agama Bengkulu bersama dengan tiga Pengadilan Agama lainnya. Rangking kedua dengan nilai 23 didapat oleh website Pengadilan Agama Yogyakarta bersama tiga Pengadilan Agama lainnya. Sementara rangking ketiga dengan nilai 22 diraih oleh website Pengadilan Agama Masohi bersama dengan 11 website Pengadilan Agama lainnya. Penilaian tersebut dilakukan oleh NLRP pada bulan Mei 2010, sehingga tidak menutup kemungkinan nilai tersebut berubah ketika Dirjen Badilag membacakannya pada Forum Rakernas bulan Oktober 2010. Patut disayangkan, penilaian NLRP tersebut tidak dilengkapi dengan data kategori apa yang mendapat penilaian, sehingga kita tidak dapat menganalisanya lebih lanjut.
Tentu saja ada hal-hal tak terduga yang menjadi kendala pada saat melakukan penilaian, seperti website tertentu ketika dinilai sedang mengalami gangguan karena terkena virus, hacker, suspended (ditangguhkan karena belum membayar sewa), server not found, gangguan jaringan regional dan lain-lain.
Hal yang menarik, setelah hasil penilaian tersebut dipublikasikan secara luas, terutama yang dimotori oleh situs Badilag, banyak Peradilan Agama yang merasa “kaget” dan kemudian berlomba-lomba untuk membenahi situsnya dengan melengkapi berbagai menu dan konten yang dijadikan kategori penilaian oleh NLRP (mengacu pada UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan SK No. 144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Peradilan).
Pada tanggal 12 Nopember 2010, NLRP kembali mengadakan penilaian, kali ini khusus terhadap website PTA se-Indonesia. Hasilnya kita ketahui, bahwa rangking ke-1 dengan perolehan nilai 32 diraih oleh website Pengadila Tinggi Agama Surabaya. Rangking ke-2 dengan nilai 30 diraih oleh website Pengadila Tinggi Agama Ambon, dan rangking ke-3 dengan nilai 26 diraih oleh website Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin dan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. Sayangnya penilaian ini juga tidak mencantumkan nilai atas masing-masing sub-kategori.
Terakhir NLRP menerbitka buku berjudul “Sebuah Penilaian Atas Website Pengadilan tahun 2010” (“An Assessment of Court Websites 2010”). Sesuai dengan judul bukunya, penilaian yang dilakukan antara bulan Desember 2010 sampai bulan Januari 2011 ini tidak menghususkan pada website Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi/Pengadilan Tinggi Agama seperti sebelumnya, namun menyeluruh pada website empat Peradilan Negara dibawah Mahkamah Agung, lengkap dengan berbagai sub-kategori yang mendapatka penilaian. Hal yang menggembirakan, karena yang mendapatkan predikat “Best Of The Best” seluruhnya diraih oleh website dari lingkungan Peradilan Agama, yaitu website dari Pengadilan Agama Bantul, Pengadilan Agama Yogyakarta, Pengadilan Agama Sleman, Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.
Pada hasil penilaian kali ini, sekalipun tidak termasuk “Best of The Best”, tenyata secara nasional website Pengadilan Tinggi Agama Ambon berada pada posisi rangking ke-6 dengan nilai 26, bersama dengan website Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin dan sepuluh Pengadilan Agama lainnya. Namun pada penilaian khusus terhadap website Tingkat Banding menduduki peringkat ke-3. Sedangkan website Pengadilan Agama Masohi berada pada ranking ke-8 dengan perolehan nilai 24 bersama dengan 11 website pengadilan agama lainnya.
Kalau dicermati pada beberapa sub-kategori yang mendapatkan penilaian “kurang” oleh NLRP pada website Pengadilan Tinggi Agama Ambon adalah sebagai berikut :
- Statistik Pengaduan : 0
- Sanksi Disiplin : 0
- Jadwal Sidang : 1
- Laporan Keuangan : 1
- Bahasa Asing : 1
Sedangkan website Pengadilan Agama Masohi dinilai “kurang” oleh NLRP pada beberapa sub-kategori sebagai berikut :
- Statistik Pengaduan : 0
- Sanksi Disiplin : 0
- Statistik Perkara : 1
- Jadwal Sidang : 1
- Anggaran Keuangan : 1
- Bahasa Asing : 1
Nilai 0 pada statistik pengaduan dan sanksi disiplin berarti tidak ada informasi sama sekali. Apa maksud kriteria “ tidak ada sama sekali/no information “ disini? Dibandingkan dengan kriteria yang mendapat nilai 2 adalah apabila website tersebut terdapat menu pengaduan yang berisi tatacara mengajukan pengaduan, alamat pengajuan pengaduan dan tersedia fomulir pengaduan online. Jika nilainya 1 berarti hanya tersedia formulir online saja. Setelah penulis konfirmasi kepada operator TI PTA Ambon dan PA Masohi, menu statistik pengaduan telah ter”upload” pada website PTA Ambon pada tanggal 14 Desember 2010 sedangkan menu hukuman ter”upload” tanggal 9 Desember 2010. Sedangkan pada website PA Masohi, statistik pengaduan diunggah pada 23 Nopember 2010. Jadi bagaimana NLRP memberi nilai 0 yang berarti tidak ada informasinya sama sekali. Berbeda dengan menu hukuman disiplin pada website PA Masohi yang baru diunggah pada tanggal 16 Maret 2011 sehingga pada saat dilakukan penilaian memang belum ada sama sekali.
Mengenai statistik perkara (pada website PA Masohi) yang mendapatkan nilai 1 berarti informasi yang disajikan dianggap kurang lengkap, karena tidak mendetail berapa perkara yang masuk, putus dan sisa perkara, serta data yang tersedia kurang dari dua tahun. Hal ini agak mengherankan, karena sejak terhubung ke SIADPAWEB pada bulan Desember 2010 menu tersebut telah ada secara detail, bahkan data perkara tahun 2009 juga sudah tersedia.
Sub-kategori jadwal sidang pada website PTA Ambon dan PA Masohi sama-sama mendapat nilai 1 yang berarti menunya ada, akan tetapi konten yang dimiliki dianggap tidak lengkap karena hanya berisi jadwal sidang masa lalu paling lama 6 bulan beserta nomor perkara dan nama para pihak, sedangkan yang dikehendaki selain dua hal tersebut juga jadwal sidang yang akan datang. Mungkin satu-satunya kelemahan pada website PTA Ambon dan PA Masohi pada sub-kategori ini(pada saat penilaian) dianggap tidak mencantumkan jadwal sidang yang akan datang ?
Pada sub-kategori anggaran keuangan, website PA Masohi hanya mendapat nilai 1. Hal ini berarti data yang ada tidak detail mencakup anggaran per bulan atau per jenis anggaran, serta anggaran keuangan yang ditampilkan kurang dari 2 tahun. Demikian pula dengan website dari PTA Ambon yang hanya mendapat 1 poin dari sub-kategori laporan keuangan. Hal ini juga tidak jelas karena setahu penulis, website PA Masohi dan PTA Ambon telah berupaya menampilkan data yang detail dan lengkap, apalagi mengingat PTA Ambon yang ditunjuk sebagai koordinator wilayah.
Ada penilaian tambahan yang dilakukan NLRP di luar ketentuan yang dikehendaki UU No. 14 tahun 2008 dan SK No. 144/KMA/SK/VII/2007, yaitu mengenai bahasa asing. Penulis yakin kendala utama dalam masalah ini adalah belum adanya SDM yang mahir menulis dalam bahasa Inggris sekaligus mengelola website berbahasa inggris, sehingga kebanyakan (termasuk di wilayah PTA Ambon) hanya menggunakan google translator untuk menterjemahkan halaman Website secara keseluruhan, sehingga terkadang kacau gramatikanya.
Terlepas dari benar atau tidaknya penilaian tersebut penulis meyakini, bahwa memang dalam pengelolaan website peradilan agama umumnya, masih terdapat kendala dan kekurangan, antara lain:
· Perhatian dan rasa memiliki dari para pejabat dan pegawai pengadilan agama terhadap website sendiri masih kurang, kebanyakan ketika browsing “hanya singgah” saja di webnya sendiri, itupun kalau ada berita kegiatan dari pengadilan agama yang bersangkutan;
· Masih mengandalkan satu atau dua orang operator TI untuk berkreasi mengelola website dan segala sesuatu yang berkaitan dengan TI;
· Belum ada tenaga TI/pengelola website yang terampil berbahasa asing;
· Perbaikan, pengembangan website sebagai media keterbukaan informasi masih sangat tergantung kepada perhatian dan petunjuk pimpinan pengadilan.
Selain itu, kita semua warga peradilan sudah selayaknya memberikan apresiasi yang tinggikepada NLRP yang telah melakukan kegiatan survey kepada seluruh website pada empat lingkungan peradilan dan menyajikan data penilaiannya secara lengkap sehingga kita bisa mengkaji hasilnya guna menyempurnakan kekurangan website yang kita miliki. Kita juga bisa melihat efek positif dari penilaian ini, yaitu banyak pengadilan yang telah termotivasi untuk memperbaiki website masing-masing, bahkan beberapa diantaranya telah menjadi “best of the best“ sehingga patut dijadikan rujukan dan keteladanan.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis sependapat dengan NLRP, bahwa kegiatan penilaian tersebut tidaklah menghasilkan ukuran kinerja sebuah pengadilan berlangsung dan menyeluruh, akan tetapi hanya terbatas pada kinerja transparansi pengadilan disatu sisi, yaitu penyediaan informasi publik di website pengadilan. Namun kegiatan panilaian ini sangat penting dan dapat menjadi batu loncatan dalam melakukan penilaian kinerja pengadilan secara menyeluruh.
Oleh: Wachid Yunarto